Mahasiswa Muslim Berkontribusi
Dewasa ini, perkembangan pendidikan
di Indonesia sungguh memprihatinkan. Ibarat sebuah rumah, pondasi, dinding dan
atap rumahnya belum sempurna. Namun kita tidak boleh berhenti untuk
berkeinginan, berharap, memohon dan berdoa pendidikan mampu menjalankan
fungsinya sebagai alat untuk menjadikan manusia Indonesia menjadi dewasa dalam
segala bidang kehidupan. Dewasa jasmani, rohani, intelektual dan yang tak kalah
penting adalah dewasa perkembangan perilakunya. Pendidikan yang diharapkan
mampu membuat seseorang menjadi pribadi yang matang dari berbagi sisi, ternyata
belum menjadi kenyataan. Hal inilah yang membuat pendidikan di Indonesia belum
berhasil dari keinginan dan harapan. Pendidikan melahirkan manusia yang hanya
cerdas (baca: hanya kemampuan kognisi yang dipentingkan) mengabaikan sisi
kemanusiaan dan hal lainnya. Banyak kasus yang membuat kita tercengang, orang
di Indonesia itu yang korupsi bukan orang yang bodoh, namun mereka orang-orang
yang kecerdasannya tidak diragukan lagi. Inilah PR kita bersama, menjadikan
pendidikan moral sebagai salah satu hal yang perlu kita garap dengan serius.
Memang, Disatu sisi pendidikan diharapkan melahirkan manusia yang cakap, ahli
dan professional di bidangnya (melihat banyaknya pengangguran di Indonesia
adalah orang yang berpendidikan tinggi) seharusnya tidak melupakan sisi yang
lainnya.
Budaya masyarakat di Indonesia yang
materialistis juga mendukung ketidakberhasilan pendidikan. Pandangan masyarakat
yang menjadikan materi menjadi tolok ukur keberhasilan seseorang dalam
pendidikan inilah yang menyebabkan seseorang menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan uang. Apakah tujuan dari pendidikan akan terwujud jika sekolah hanya
agar menjadi orang yang kaya? Sekolah hanya untuk mandapatkan ijazah? Tentu saja hasilnya akan lain, ilmu yang
didapatkan tidak akan terserap sampai ke pemahaman, hanya sebagai penggugur
kewajiban, dan manusia yang dihasilkan adalah manusia yang egois, mementingkan
dirinya sendiri, tidak peduli apa yang terjadi di masyarakat sekitarnya.
Agaknya, paradigma inilah yang perlu
kita bangun kembali, membuat diri menjadi pribadi yang sadar dan tahu
keberadaan dirinya untuk apa.
Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda
bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat untuk orang lain.
Keberadaannya dibutuhkan, ketiadaannya dirindukan karena begitu berjasanya orang
itu bagi manusia lain. Pertanyaan selanjutnya adalah sudahkah kita manjadi
orang yang bermanfaat untuk orang lain? Keberadaan kita dibutuhkan oleh
lingkungan sekitar? Sumbangan apa yang
telah kita berikan kepada orang lain?
Bertolak dari hadits tersebut diatas
sebagai remaja muslim, kita harus menjadi orang yang selalu bergerak, tidak
diam, apatis dan statis dalam dunia pendidikan. Bergerak berarti memberi manfaat,
memberikan kontribusi sebagai mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat apapun
bentuknya. Jika hal ini ada dalam diri setiap mahasiswa, yang terjadi adalah
munculnya sifat peduli, tanggung jawab, toleran dan tidak mementingkan diri
sendiri sehingga menghilangkan rasa
keakuan dan keegoisan. Yang ada adalah
perasaan untuk menjadi bagian, ambil bagian, manjadi orang yang utama dalam hal
kebaikan. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk menjadi mahasiswa yang mampu
manggerakkan adalah berprestasi. Hal yang harus kita tahu bahwa prestasi bukan
hanya juara ini itu, lomba A, B dan C namun hakikat dari prestasi adalah
kontribusi yang nyata dalam dunia masyarakat. Tidak ada artinya prestasi yang
banyak dari tingkat RT sampai internasional jika tidak ada kontribusi, berperan
dalam perkembangan masyarakat. Bukankah kita bagian dari masyarakat yang
nantinya akan kembali ke masyarakat? Bergerak dan menggerakkan berarti ikut
serta dalam pergerakan, ikut andil, bagian tidak hanya mementingkan diri
sendiri tetapi juga bergabung dan menjadi perubahan dalam masyarakat. Kata
menggerakkan bukan hanya diri kita saja yang bergerak tetapi juga mengajak orang
lain untuk menjadi orang yang lebih baik. Beberapa hal yang harus kita lakukan
agar menjadi pribadi yang mampu manggerakkan diantaranya seperti yang
dikemukakan oleh KH Abdullah Gymnastiar, dengan rumus 3 M. Pertama, mulai dari
diri sendiri, bagaimana akan mengubah orang lain jika diri kita sendiri tidak
mau dan berusaha untuk berubah dan menjadi lebih baik. Kedua, mulai sekarang
juga, jangan menunda-nunda. Dan yang terakhir mulai dari yang kecil. Jangan
memimpikan perubahan yang besar suatu bangsa jika hal yang kecil saja tidak
mampu kita ubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar