Selasa, 22 Maret 2016

Hukum Mengucapkan Hari Raya Bagi Kepada Non Muslim (Tahni’ah)


Alhamdulillah tadi pembahasan fiqh kontemporer pada pagi hari ini memberikan pencerahan. Terima kasaih kepada Dani dkk yang telah meberikan pencerahan kepada kami. Bagaimana sikap kita jika kita diberi ucapan selamat hari raya dari saudara kita yang non muslim? Bagaimana hukum memakan makanannya? Bagaimana menjual barang-barang yang dijual untuk hari raya non muslim? Apakah kita boleh mengikutinya? Dan bagaimana sikap kita jika sebagi pejabat pemerintah dan ditugaskan untuk menghadiri perayaan keagamaan? Itu semua tadi adalah beberapa pertanyaan yang muncul ketika diskusi. Kita akan bahas satu persatu.
Kesepakatan para ulama hukumnya haram apalagi keempat imama mahzab karena mengucapkan selamat sama saja dengan selamat atas peribadatan mereka dan bagi orang muslim, sama saja dengan ridho dengan kekufuran mereka. Tahni’ah tidak diperbolehkan. Kita boleh berhubungan kepada non muslim dalam hal mu’amalah dan mu’asyaroh. Hal ini sudah pernah dicontohkan oleh baginda nabi. Nabi pernah meminta petunjuk jalan kepada kafir Qoraisy, pernah berhutang kepada orang Yahudi.
Dari ulama salaf: haram, mengucapkan maupun marayakannya. Bahkan menolong pun tidak boleh. MUI mengharamkan merayakan Natal bersama namun tidak mengapa mengucapkan selamat Natal.
Ada juga aulama yang tidak melarang mengucapkannya jika pemeluk agama lain itu mengucapkannya kepada kita namun haram dalam mengikuti ritualnya. Majelis ulama Eropa memperbolehkannya.
Dan bagaimana jika memperjualbelikan barang-barang peralatan untuk perayaan non muslim, itu tidak boleh karena sama saja dengan membantu mereka. Namun ada yang mengatakan boleh karena untuk memenuhi kebbutuhan sehari-hari. Nah, bagaimana dengan pejabat yang diutus oleh pemerintah untuk menghadirinya? Bersikap netral saja tapi tidak ikut-ikutan. Namun alangkah lebih baiknya jika meminta wakil dari agama yang sama dengan mereka. Ini lebih aman
Nah, bagaimana menerima makanan dari mereka? Tergantung dari makananya, kalau makanannya seperti gula, minyak, kue kering, ya terima aja. Namun untuk makanan yang mengandung unsur haram, tidak boleh diterima.
Menarik yang disampaikan oleh teman saya, Novita, beliau menyarankan, kalau kita ragu-ragu, mending diterima kemudian diberikan kepada teman yang seagama dengan mareka. Kalau dibuang kan mubadzir to.
Namun, alangkah lebih baiknya jika kita melihat bahwa walaupun kita tidak memilki niat apapun, toh hanya ucapan, kita perlu ingat bahwa apapun yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan. Bahkan pernyataan seorang  pendeta yang sangat menarik bahwa Natal sama dengan kalahiran yesus, kelahiran anak Tuhan. Lalu pilih yang mana kita?
Kalau pendapat saya melihat dari berbagai pendapat diatas, saya memilih untuk tidak dengan alasan bahwa mengucapakannya sama saja menyetujui apa yang dilakukan mereka. Perbuatan penglihatan, pendengaran akan kita pertanggungjawabkan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar