Alhamdulillah tadi pembahasan fiqh
kontemporer pada pagi hari ini memberikan pencerahan. Terima kasaih kepada Dani
dkk yang telah meberikan pencerahan kepada kami. Bagaimana sikap kita jika kita
diberi ucapan selamat hari raya dari saudara kita yang non muslim? Bagaimana hukum
memakan makanannya? Bagaimana menjual barang-barang yang dijual untuk hari raya
non muslim? Apakah kita boleh mengikutinya? Dan bagaimana sikap kita jika
sebagi pejabat pemerintah dan ditugaskan untuk menghadiri perayaan keagamaan? Itu
semua tadi adalah beberapa pertanyaan yang muncul ketika diskusi. Kita akan
bahas satu persatu.
Kesepakatan para ulama hukumnya haram
apalagi keempat imama mahzab karena mengucapkan selamat sama saja dengan selamat
atas peribadatan mereka dan bagi orang muslim, sama saja dengan ridho dengan
kekufuran mereka. Tahni’ah tidak diperbolehkan. Kita boleh berhubungan kepada
non muslim dalam hal mu’amalah dan mu’asyaroh. Hal ini sudah pernah dicontohkan
oleh baginda nabi. Nabi pernah meminta petunjuk jalan kepada kafir Qoraisy,
pernah berhutang kepada orang Yahudi.
Dari ulama salaf: haram, mengucapkan
maupun marayakannya. Bahkan menolong pun tidak boleh. MUI mengharamkan
merayakan Natal bersama namun tidak mengapa mengucapkan selamat Natal.
Ada juga aulama yang tidak melarang
mengucapkannya jika pemeluk agama lain itu mengucapkannya kepada kita namun haram
dalam mengikuti ritualnya. Majelis ulama Eropa memperbolehkannya.
Dan bagaimana jika memperjualbelikan
barang-barang peralatan untuk perayaan non muslim, itu tidak boleh karena sama
saja dengan membantu mereka. Namun ada yang mengatakan boleh karena untuk
memenuhi kebbutuhan sehari-hari. Nah, bagaimana dengan pejabat yang diutus oleh
pemerintah untuk menghadirinya? Bersikap netral saja tapi tidak ikut-ikutan. Namun
alangkah lebih baiknya jika meminta wakil dari agama yang sama dengan mereka. Ini
lebih aman
Nah, bagaimana menerima makanan dari
mereka? Tergantung dari makananya, kalau makanannya seperti gula, minyak, kue
kering, ya terima aja. Namun untuk makanan yang mengandung unsur haram, tidak
boleh diterima.
Menarik yang disampaikan oleh teman
saya, Novita, beliau menyarankan, kalau kita ragu-ragu, mending diterima
kemudian diberikan kepada teman yang seagama dengan mareka. Kalau dibuang kan
mubadzir to.
Namun, alangkah lebih baiknya jika
kita melihat bahwa walaupun kita tidak memilki niat apapun, toh hanya ucapan,
kita perlu ingat bahwa apapun yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan
dihadapan Tuhan. Bahkan pernyataan seorang
pendeta yang sangat menarik bahwa Natal sama dengan kalahiran yesus,
kelahiran anak Tuhan. Lalu pilih yang mana kita?
Kalau pendapat saya melihat dari
berbagai pendapat diatas, saya memilih untuk tidak dengan alasan bahwa
mengucapakannya sama saja menyetujui apa yang dilakukan mereka. Perbuatan penglihatan,
pendengaran akan kita pertanggungjawabkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar