Selasa, 01 Maret 2016

Cerita inspiratif (Part 1)

Cerita ini saya dapatkan dari Ustadz Fatkhurrahman Al Aktitanji, DPPAI UII.
Ada empat kisah yang akan saya ceritakan disini. Kisah pertama datang dari seorang ibu yang memiliki tiga orang anak. Kesemuanya sudah berkeluarga dan tinggal jauh dari kediaman Sang Ibu. Suatu hari, Sang Ibu pergi ke rumah anak bungsunya, dia seorang anak laki-laki.
“Nak, ibu datang kesini mau pinjam uang sebesar lima juta rupiah, apakah kamu punya uang sebesar itu?” pinta Sang Ibu
Si anak menjawab “Sebentar, Bu, saya bicarakan dahulu dengan istri”
Sang anak kemudian pergi ke dapur dan menemui istrinya. Ketika berada di dapur inilah, dia melihat di lemari bahan makanan pokok seperti gula, susu, beras dan lain sebagainya. Kemudian dia berpikir dan menghitung, berapa biaya yang telah dikeluarkan Sang Ibu untuk menghidupi dia. Dari mulai bayi hingga sekarang. Mulai dari menghitung jumlah susu perharinya berapa, perbulan, pertahun kemudian menghitung beras, dan seterusnya, hinggga kemudian dia menangis. Dia pergi ke tempat dimana Sang Ibu menuggu kemudian menyerahkan sejumlah uang lima juta kepada ibu.
 “Ibu, maafkan saya, saya tidak bisa menghitung berapa banyak uang, biaya yang dikeluarkan oleh ibu untuk membuat saya bisa sampai saat ini, saya tidak bisa menghitungnya, karena saking banyaknya. Ini uang lima jutanya. Uang ini milik ibu, jangan anggap ini uang sebagai pinjaman”
“Karena saya lalai, ibu sampai harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan hidup”

Akhirnya sang anak baru sadar, bahwa dia tidak pernah mengirimkan uang kepada Sang Ibu setelah dia berkeluarga. Dia lupa, bahwa kewajiban seorang anak, walaupun sudah menikah, juga masih bisa memberikan tanggung jawabnya pada orang tuanya terutama ibu. Berbeda dengan seorang perempuan, ketika seorang wanita diboyong oleh suaminya, maka, ayahnya sudah berlepas tanggung jawab. Dan tanggung jawab itu pindah ke pundak suami. Dalam sebuah hadits shahih, diriwayatkan bahwa Aisyah Ra bertanya kepada Rasulullah Saw, ”Siapakah yang berhak terhadap seorang wanita?” Rasulullah menjawab, “Suaminya” (apabila sudah menikah). Aisyah Ra bertanya lagi, ”Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki?” Rasulullah menjawab, “Ibunya” (HR. Muslim)
Cerita yang kedua berasal dari sepasang suami istri yang memiliki tiga orang anak. Ketiganya sudah menjadi orang-orang yang sukses. Ada yang jadi insyinyur, dokter dan yang satu lagi saya lupa. Ketiganya sudah memilki keluaga dan tinggal jauh dari kedua orang tua yang sudah sepuh, lemah dan sakit-sakitan. Ketiga anaknya tidak pernah pulang manjenguk kedua orang tuanya, namun mereka selalu mentransfer uang yang dimilikinya lebih dari cukup. Ketika ada kebutuhan orang tuanya yang bersifat mendadak, juga langsung dicukupi. Yang membuat kedua orang tua ini sedih adalah mereka merindukan katiga anaknya, bukan kiriman uangnya. Anak-anaknya tidak pernah pulang, hanya bertelepon saja, lebaranpun tidak pernah pulang. Padahal orang tuanya merindukan masa tua yang bahagia berkumpul bersama dengan anak cucu. Ternyata hal ini jauh dari harapan. Kedua orang tua ini sadar, ada yang salah dengan doa yang mereka panjatkan. Mereka berdua hanya berdoa agar anaknya sukses, tidak seperti mereka yang hidup miskin, namun mereka lupa agar anaknya manjadi anak yang sholeh-sholehah. Sholeh bisa dunia dan akhirat. Akhirnya, anak-anak ini baru pulang ketika orang tuanya sudah meninggal dunia.
QS surat As Shofat 100
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.
(bersambung)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar