Kamis, 24 Maret 2016

Cerita tentang orang tua


Saya mendengar cerita ini dari ibu saya. Saat itu bapak saya mau pergi ke sawah. Seorang kakek berjalan mendekatinya.
Nak, kulo nyuwun rokok setunggal”[1] pinta sang kakek
Waduh, Pak, kulo mboten pernah ngerokok, dadi mboten gadah”[2]
Setelah berpikir sejenak, bapak memberikan sesuatu kepada sang kakek
Matur nuwun, Nak, niki sek sampeyan sek panen jagung[3] kata kakek, beliau memperhatikan aktifitas bapak. Memang, saat itu bapak sedang ngusung[4] jagung dari sawah sampai rumah.
Enggeh,Pak[5] kata bapak
Oh, geh, mugi-mugi jenengan diparingi rezeki engkang kathah, berkah[6] sang kakek mendoakan bapak kemudian berlalu.
“Amin-amin” lirih bapak mengaminkan doa sang kakek
Tahukah siapa orang yang saya sebut kakek itu? Dia bukan malaikat, jin atau syetan (hehehehe…) jelaslah, dia menusia.
Kata tetangga saya, dia itu seorang yang sangat kaya dari desa sebelah. Beliau sering berjalan sendirian kesana kemari tak tentu arah. Kadang-kadang meminta-minta. Hal itu dilakukan karena beliau itu tidak waras kata orang –orang. Mengapa bisa begitu? Apa yang salah? Bukankah dia orang kaya? Jawabannya adalah, beliau itu agak tidak waras karena harta yang berupa tanah, dijual oleh anak-anaknya yang sudah berkeluarga. Saya tidak tahu, apakah mereka meminta izin terlebih dahulu kapada orang tuanya untuk menjual tanah itu atau tidak. Saat ini, memang di daerah saya sedang berlangsung pembangunan industri besar-besaran. Tanah dijual dengan harga selangit karena dibeli oleh pemilik pabrik yang kebanyakan orang china. Jadi tidak salah jika tanah di daerah saya memilki harga jual yang sangat tinggi. Sang kakek stress karena merasa tidak memiliki soboan[7]. biasanya beliau sering menggarap sawah, memanen, namun karena semua sawah yang telah diberikan kepada anak-anaknya dijual, beliau menjadi seperti itu.
Bukan hanya satu orang, tetangga saya yang lebih dekat, parah lagi. Seorang kakek-kakek juga, beliau sering berjalan sangat jauh, kadang muter-muter[8] desa membawa karung atau buntalan berisi baju-baju. Kalau ditanya oleh tetangga
 “Mboten kesel pak? Kok mlampah adoh banget?”[9]
“Lha, wong aku nunggang jaran putih kok”[10]
Kasus yang dialami oleh mereka berdua sama
Saat saya mendengar cerita ini, sedih, takut, kasihan dan tentu saja sakit. Kepala dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan. Saya jadi teringat dengan apa yang dikatakan oleh sahabat Nabi Abu Bakar As Shidiq Ya Allah ... Letakkan dunia di tanganku, jangan kau letakkan dunia di hatiku. Terus, bagaimana dengan kakek ini? Bagaimana perasaannya? Apa yang mesti dilakukan? Terus, anak-anaknya…tega sekali mereka. Membiarkan masa tua orang tuanya dengan seperti itu? Bagaimana sikap baktinya ketika dia sudah uzur? Tidak ingatkah mereka dengan apa yang telah dilakukan orang tua dari saat digendong sampai saat ini?. Apalah arti harta melimpah jika melihat orang yang paling disayangi menjadi setengah gila seperti itu? Saya yakin tidak ada gunanya. Mungkin orang tua tidak mengapa ketika harta dijual, tetapi, orang yang sudah tua, perlu yang namanya tempat memuaskan hobi, menyalurkan keinginan, sisakanlah sedikit buat mereka, atau carilah penggganti tanah walaupun sepetak untuk mereka. Seseorang yang pekerja keras, walaupun sudah tua, mereka tidak mau dipaksa berdiam diri didalam rumah, mereka akan tetap aktif. Dan aktifnya orang-orang sepuh di desa saya adalah bertani, walaupun hanya memilki sepetak kecil tanah. Bagaimana perasaan orang tua jika hasil yang mereka usahakan ketika masih muda tiba-tiba dijual semuanya tanpa diganti dibelikan yang baru?
Saya malah jadi banyak mikir, bagaimana harta tadi diperoleh? Bagaimana pendidikan, mindset anak tentang harta dari orang tuanya? Apakah…dan apakah. Semoga cerita ini memberikan inspirasi. Wallahu’alam




[1] Nak, saya minta rokok satu
[2] Waduh, pak, saya tidak pernah merokok jadi tidak punya
[3] Terima kasih, Nak, ini kamu sedang penen jagung?
[4] Memanggul
[5] Iya, Pak
[6] Semoga kamu mendapat rezeki yang banyak dan berkah
[7] Tanah yang dibeli ketika sudah pensiun. Ketika sudah tua. mereka bosan dengan aktifitas sehari-hari karena sudah tidak diperbolehkan oleh anaknya untuk bekerja, jadi, agar tidak bosan, mereka biasanya menggarap tanah dengan tujuan agar bisa menyalurkan hobi dan sebagai hiburan, karena kebutuhannya sudah dicukupi oleh sang anak. Biasanya untuk membuat mereka tetap aktif dan sehat.
[8] Berjalan berkeliling desa
[9] Enggak capek, Mbah?
[10] Lah, saya menunggang kuda putih kok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar