Cerita yang ketiga berasal
dari seorang dai yang sangat terkenal di sebuah kota. Ceramahnya sudah sampai dimana-mana.
Dia menjadi dai yang sangat kondang. Sang dai ini memiliki anak yang sangat
nakal luar biasa. Si anak tidak pernah menjalankan shalat lima waktu, bahkan
berani membentak-bentak, berkata kasar kepada orang tuanya. Orang tuanya hanya
bisa menggelengkan kepala melihat tingkah laku Sang Anak. Ayahnya berdakwah
kemana-mana namun keluarganya sendiri belum bisa di dakwahi. Dia sedih dengan
hal ini.
Suatu hari, Sang Dai ini
bertemu dangan kawan masa kecilnya yang berprofesi sebagai tukang becak. Si
tukang becak mengajak kyai ke rumahnya. Layaknya seorang teman yang jarang
bertemu, mereka mengobrol cukup lama. Tidak terasa sampai sore hari, daterdengar
suara adan dari masjid .
Allahu Akbar Allahu Akbar
Tukang becak ini ternyata
memilki anak yang masih berusia kecil, sekitar tujuh tahun. Sang anak berkata
kepada bapaknya “Bapak, sudah adzan, yuk,
sholat ke masjid dan ajak Pak De (pak
kyai tadi) ke masjid”
Sang dai pun terkejut,
terharu dan menitikkan air mata. Terbayang pada anaknya yang dirumah, yang
tidak pernah shalat. Sang Dai pun penasaran. Apa rahasia tamannya sehingga
anaknya yang masih kecil sudah biasa shalat di masjid, tanpa disuruh. Sang
tukang becak pun bingung, namun dia bersedia membeberkan rahasianya bahwa dia
hanya selalu berdoa
Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak
cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah
doaku. (QS: ibrahim: 40)
Tidak sedikit kita
jumpai, bahkan di lingkungan kita sendiri, keluarga kita, anak seorang kyai,
memilki pondok pesantren, anaknya preman. Tidak sedikit juga, anak seorang guru
yang terkenal kasholehannya, anaknya pecandu narkoba.
Saya jadi teringat
dengan pesan dari ustazd bahwa memang benar, iman itu tidak pernah bisa
diwariskan. Bahkan kepada anak. Ingat kisah Nabi Nuh, Abu Jahal yang memilki
seorang anak yang membela Islam, bahkan nabi kita sendiri, pamannya, yang
merawatnya, pembela dakwahnya, meninggal dalam keadaan tidak memeluk Islam. Laa haula walaquwwata illa billah.
Cerita yang terakhir adalah
cerita dari kakak tingkat ustadz saya di pesantren. Sebut saja namanya A. A ini
adalah seorang anak yang sangat cerdas dan sangat pintar. Jika diberi pelajaran
langsung “nyantol”, cepat ingatannya dan tidak mengalami kesulitan apapun dalam
belajar. Wajar jika kemudian Sang Kyai menyayanginnya. Kemudian tanpa
tanggung-tanggung memberikan amanah mengajar ketika beliau berhalangan. Jadi,
ketika pak kyai tidak bisa mengajar, maka akan digantikan oleh Si A ini. Karena
kecerdasannya pula, maka dia bisa menghafalkan alquran dengan waktu yang
singkat. Jika teman-teman lain butuh enam, empat, lima tahun, maka A bisa
menghafalkan dalam waktu dua tahun saja.
Setelah beberapa tahun
menimba ilmu di pesantren, ia memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya.
Berpamitan kepada Sang Kyai. Namun sang kyai merasa keberatan, beliau meminta
agar murid yang cerdas ini membantunya dalam mengajar. Tapi keinginan A tidak
bisa dicegah dan sudah bulat untuk pulang kampung. Sang Kyai merestui
kepulangannya akhirnya.
Kata ustadz saya, kebiasaan
merokok dan minum kopi memang sudah ada di pesantren. Merokok ini untuk
menemani begadang dalam rangka murojaah (mengulang hafalan). Kabiasaan ini
tentu saja berpengaruh dalam kehidupan di luar pesantren. Karena tuntutan
kehidupan, kebutuhan yang semakin tinggi, Si A, yang telah pulang kampung ini
memilih teman yang salah dalam bergaul. Pencuri, perampok, penjembret adalah
teman-temannya. Singkat cerita, Si A, karena sangat cerdasnya, karir di dunia
hitamnya juga semakin meningkat. Bahkan menjadi pemimpinnya. Dari yang mulanya
penghafal alquran menjadi pemimpin pencuri. Na’udzubillahimindzalik.
“Man, kamu mau beli VCD
player? Harganya satu juta” tawar A kepada ustadz saya
“Lho, kok murah” kata
ustadz saya curiga
“Ah, barang beginian di
rumah banyak” jawabnya
Ustadz saya heran karena
saat itu, harga VCD player harganya masih mahal, sekitar tujuh jutaan. Kebiasaan
sebelum lebaran, murid-murid pesantren itu adalah sowan atau berkunjung
ke tempat pak kyainya (pondok pesantren). Begitu juga dengan Si A. saat itu, di
depan rumah kyai, yang sedang menerima tamu. Kebetulan, tamunya ini membawa
motor. Motornya di parkir depan rumah dan mungkin karena lupa, kunci motornya
masih di motor. A yang melihat kesempatan ini, yang sudah terbiasa mencuri,
berniat untuk mencuri sepeda motor tersebut. Ketika sedang menuntun sepeda
motornya, sang pemilik keluar dan mendapati motornya sedang digiring orang,
spontan teriak “Maling!! Maling!!”
Tak diduga, banyak warga
yang mendengar teriakan itu dan mengejar maling. Si A lari pontang-panting
menyelamatkan diri. Sampai di sebuah sawah yang sedang ditanami padi yang masih
hijau. Dia bersembunyi disana. Badannya belepotan penuh dengan lumpur. Tentu
saja dia tertangkap. Satu orang, di cari orang sekampung, ditempat yang sempit
pula, tentu saja mudah ketemu. Akhirnya, Si A ini di seret ke kampung, diikat
di pohon kelengkeng, dan dipukul kepalanya. Pukulan pertama, tepat di kepala
bagian kbelakang yang langsung membuat A mengucurkan darah dari hidungnya.
Dengan sabetan clurit dibagian perutnya, isi perut A keluar semua. Tidak tahu,
A mati atau tidak.
Saya ngeri membayangkan,
mendengar dan menuliskannya. Saya tidak bisa membayangkan.
Saat ini, ada kita jumpai,
orang-orang yang rajin beribadah, khusyuk, menjaga pandangan, memiliki
integritas tinggi, tiba-tiba beberapa tahun kemudian, kita mendengar beritanya
dia dipenjara karena kasus korupsi.
Ada saat dimana kita
mendengar teman sepengajian kita, guru kita, yang dahulu kita hormati, ternyata
telah melanggar agama yang membuat kita geleng-geleng kepala dan tak habis
pikir.
Ada lagi, kita mendapati,
orang yang kita hormati, kagumi karena kesantunan akhlaknya, ketawadukannya,
beberapa tahun kemudian menjadi buronan, di penjara karena berbagai kasus.
Kita tidak pernah tahu
bagaimana perjalanan hidup kita. Akhir kehidupan kita. Kita tidak tahu, apakah
yang saat ini, kita masih bisa memeluk agama yang kita cintai, tiba-tiba….ah,
membayangkannya saja saya tidak sanggup. Kita tidak pernah tahu, kita yang saat
ini bisa istiqomah shalat lima waktu, boleh jadi…..saya tidak sanggup untuk menuliskannya.
Allah pemilik segala
hidayah. Dia akan memberikan siapa saja yang dikehendakinya. Mencabutnya,
mengeluarkannya.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ (8) رَبَّنَا
إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ
الْمِيعَادَ (9)
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong
kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah
kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha
pemberi (karunia)”.(QS: al imran 8-9)
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
Artinya: “Wahai
Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu.” (HR.
Ahmad dan at Tirmidzi)
Empat cerita
diatas membuat saya merenung. Sudah baikkah doa saya? Atau malah saya tidak
pernah berdoa. Bagaimana dengan orang tua saya?
Lewat tulisan
ini saya ingin sekali berbagi pada teman-teman semua. Ambillah ketika kau
mendapatkan kebaikan di dalamnya dan buanglah ketika kau memperolehnya.
Quote: Jangan Lupa Berdoa
yang Baik dan Komplet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar