Sabtu, 02 April 2016

KEPRIBADIAN DAN SIKAP KEAGAMAAN


A.           Teori dan Tipologi Kepribadian
Kepribadian dalam bahasa Inggris disebut personality yang berasal dari bahasa latin persona yang berarti topeng, yaitu topeng yang dipakai oleh seorang aktor drama atau sandiwara. Tujuan pemakaian ini selain untuk menyembunyikan identitasnya, juga untuk keleluasaannya dalam memerankan tokoh pribadi lain. Sebagian psikolog ada yang menyebut personality (kepribadian). Ilmu yang membahasnya disebut the psychology of personality, atau teory of personality, sedangkan ilmu yang membicarakannya disebut the psychology of character, atau characterology, sedangkan ilmu yang membahasnya disebut typology. Ketiga istilah tersebut dipakai dengan istilah kepribadian.[1] Kepribadian merupakan hal yang menjadikan orang berbeda dengan yang lainnya atau juga keunikan yang membedakan manusia yang satu dengan yang lain sehingga mudah untuk dikenal. Di dunia ini tidak ada yang sama, kembar sekalipun.
Istilah-istilah dalam kepribadian adalah
1.    Mentality, yaitu suatu situasi mental yang dihubungkan dengan kegiatan mental dan intelektual.
Mentality            = Intellectual Power
= Integrated activity of organism
Personality, menurut Wibters Dictionary,        
a.           The totally of personality’s characteristic.
b.           An integrated group of constitution of trens behavior decencies act
2.    Individuality, sifat khas seseorang yang menyebabkan seseorang mempunyai sifat berbeda dengan orang lainnya.
3.    Identity, sifat kedirian sebagai suatu kesatuan dari sifat-sifat mempertahankan dirinya terhadap sesuatu dari luar (unity and persistence of personality) (Jalaluddin:149).
Menurut beberapa ahli berdasarkan pengertian kata-kata tersebut:
1.    Allport
Personality is the dynamic organization within the individual of those psycophysical system that determine his unique adjustment to this environtment. Dynamic, perubahan kualitas perilaku karakteristik individu, dari waktu ke waktu atau dari situasi ke situasi. Organization, keterkaitan antara sifat yang satu dengan yang lain. Psychophycal system, yang terdiri atas kebiasaan, sikap, emosi, sentimen, motif, keyakinan (aspek psikis) dan fisik (syaraf, kelenjar, atau tubuh). Kerjanya dipengaruhi hasil belajar dan pengalaman. Determine, yang menunjukkan peranan motivasional sistem psikofisik. Sistem inilah yang mendasari kegiatan-kegiatan yang khas, dan mempengaruhi bentuk-bentuknya. Unique, yang merujuk kepada keunikan atau keragaman tingkah laku individu sebagai ekspresi dari pola sistem psikofisiknya[2]
2.    Hartman
Susunan yang terintegerasikan dari ciri-ciri umum seorang individu sebagaimana dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang diperlihatkan dengan orang lain.
3.    L.P Thorp
Sinonim dengan pikiran tentang berfungsinya seluruh individu secara organisme yang meliputi seluruh aspek secara verbal terpisah-pisah seperti: intelek, watak, motif, emosi, minat, kesediaan untuk bergaul dengan orang lain (sosialitas), dan kesan individu yang ditimbulkannya pada orang lain serta efektivitas sosial pada umumnya[3]
Menurut William Stern kepribadian adalah suatu kesatuan banyak (unita multi complex) yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus, yang bebas menentukan dirinya sendiri, ciri-cirinya kesatuan banyak dan tersusun secara hierarki dari yang berfungsi tinggi ke rendah. Bertujuan yaitu mengembangkan diri atau mempertahankan diri. Individualitas, bebas menentukan dirinya sendiri (Jalaluddin, 2005: 176). Pribadi seseorang terkumpul dalam beberapa aspek yang terintegrasi berupa:
1.    Keyakinan hidup: filsafat, keyakinan, sikap, cita-cita dan cara hidup.
2.    Keyakinan mengenai diri: perawakan jasmani, sifat psikis, intelegensi, kemauan, emosi, pandangan terhadap orang lain, kemampuan bergaul, kemampuan bersatu dan kemampuan memimpin.
3.    Keyakinan mengenai kemampuan diri: status dalam keluarga masyarakat, status sosial berdasarkan keturunan dan historis[4].
Secara garis besar, tipe kepribadian manusia itu dibagi menjadi beberapa aspek
1.    Aspek Biologis
Dalam aspek biologis, yang menjadi penentu/mempengaruhi kepribadian seseorang adalah konstitusi tubuh dan bentuk tubuh yang dimiliki seseorang (Jalaluddin:153-160) Diantaranya menurut beberapa ahli:
1.    Hipocrates dan Gelenus
Mereka berpendapat bahwa yang mempengaruhi tipe kepribadian seseorang adalah cairan tubuh yang paling dominan.
a.    Tipe Choleris, tipe ini disebabkan cairan empedu kuning yang dominan dalam tubuhnya. Sifatnya agak emosi: mudah marah, dan mudah tersinggung.
b.    Tipe Melancholic, tipe ini disebabkan cairan empedu hitam yang dominan dalam tubuhnya. Sifatnya agak tertutup:  rendah diri, mudah sedih dan sering putus asa.
c.    Tipe Plegmatis, tipe ini dipengaruhi oleh cairan lendir yang dominan. Sifat yang dimiliki agak statis: lamban, apatis, pasif, dan pemalas.
d.   Tipe Sanguinis, tipe ini dipengaruhi oleh cairan darah merah yang dominan sifatnya agak aktif, cekatan, periang, dan mudah bergaul.
2.    Kretchmer
Kretchmer mendasarkan tipe watak pada bentuk tubuh seseorang
a.    Tipe Astenis atau Liptosome yaitu tipe orang yang memiliki tubuh tinggi, kurus, dada sempit dan lengan kecil.
b.    Tipe Piknis, yaitu tipe orang yang memiliki tubuh gemuk bulat. Sifat yang dimiliki antara lain mudah bergaul, periang, dan suka humor.
c.    Tipe Atletis, yaitu tipe orang yang memiliki tubuh atlet, tubuh kekar, tinggi, berotot. Sifat yang dimiliki antara lain mudah menyesuaikan diri, berpegang teguh dan pemberani.
d.   Tipe Displastis, yaitu tipe manusia yang memiliki bentuk tubuh campuran. Mudah terombang-ambing dengan situasi di sekelilingnya, tidak memiliki kepribadian yang mantap.
3.    Sheldon
Sheldon membagi tipe kepribadian berdasarkan dominasi lapisan yang berada dalam tubuh seseorang.
a.    Ektomorp, yaitu tipe orang yang berbadan kurus, tinggi, karena lapisan badan bagian luar yang dominan. Sifatnya suka menyendiri, kurang bergaul dengan masyarakat.
b.    Mesomorp, yaitu tipe orang yang berbadan sedang kerena dipisahkan lapisan tengah yang dominan. Sifat dari tipe ini adalah giat bekerja, dan mampu mengatasi sifat agresif.
c.    Endomorph, tipe orang yang memiliki bentuk badan gemuk, bulat dan anggota badan yang pendek karena lapisan tubuh yang dominan. Sifatnya adalah kurang cerdas, senang makan, suka dengan kemudahan yang tidak membawa resiko kehidupan.
2.    Aspek Sosiologis
Pembagian ini berdasarkan pandangan hidup dan kualitas seseorang.
1.    Edward spranger
Ia berpendapat bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh pandangan hidup yang dimilikinya.
a.    Tipe teoritis orang yang perhatiannya selalu diarahkan kepada masalah teori, nilai-nilai, ingin tahu, meneliti, dan mengemukakan pendapat.
b.    Tipe ekonomis, yaitu, orang yang perhatiannya tertuju pada manfaat segala sesuatu yang mendatangkan untung dan rugi. Meterialistis.
c.    Tipe estetis, yaitu orang yang perhatiannya tertuju kepada masalah-masalah keindahan.
d.    Tipe sosial, yaitu orang yang perhatiannya tertuju kearah kepentingan kemasyarakatan dan pergaulan.
e.    Tipe politis, yaitu orang yang perhatiannya tertuju kepada kepentingan kekuasaan, organisasi dan kepentingan. Tipe religious, yaitu tipe orang yang taat
f.     kepada ajaran agama, tentang masalah ketuhanan dan keyakinan agama.
2.    Muray
a.    Tipe teoritis yaitu orang menyenangi ilmu pengetahuan, berpikir logis dan rasional.
b.    Tipe humanis, yaitu orang yang memiliki sifat kemanusiaan yang mendalam.
c.    Tipe sensasionis, yaitu tipe orang yang suka sensasi dan berkenalan.
d.   Tipe praktis, yaitu tipe orang yang giat bekerja dan mengadakan praktik.
3.    Fritz Kunkel
Membagi tipe kepribadian manjadi:
a.    Tipe Schelichkeit, yaitu tipe orang yang banyak menaruh perhatian terhadap masyarakat.
b.    Tipe Ichhaftigkeit, yaitu tipe orang yang lebih banyak menaruh perhatian terhadap diri sendiri.
3.     Aspek Psikologis
Menurut Prof Heymen, beliau mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga unsur: emosionalitas, aktivitas, dan fungsi skunder (proses pengiring)
a.    Emosionalitas, merupakan unsur yang mempunyai sifat yang didominasi oleh emosi positif, sifat umumnya adalah kurang respek terhadap orang lain, perkataan berapi-api, tegas, ingin menguasai, bercita-cita dinamis, pemurung dan suka berlebihan.
b.    Aktivitas, yaitu sifat yang dikuasai oleh aktivitas gerakan, sifat umum yang tampak adalah lincah, praktis, berpandangan luas, ulet, periang, dan selalu melindungi kepentingan orang yang lemah.
c.    Fungsi sekunder, (fungsi pengiring) yaitu sifat yang didominasi oleh kerentanan perasaan, sifat umumnya watak tertutup, tekun, hemat, tenang dan dapat dipercaya.
Menurut Carl Gustav membagi tipe menusia menjadi dua yaitu
a.    Tipe Extrovert, yaitu orang yang terbuka dan banyak berhubungan dengan kehidupan nyata.
b.    Tipe Introvert, yaitu orang yang tertutup dan cenderung keapada berpikir dan merenung.
Tipe introvert dan ekstrovert memiliki pembagian tipe:
a.    Tipe pemikiran terbuka dengan sifat-sifat cenderung berbuat praktis dan memanfaatkannya dalam kehidupan.
b.    Tipe perasaan terbuka dengan sifat-sifatnya cenderung untuk merasakan perasaan orang lain.
c.    Tipe penginderaan terbuka dengan sifat memiliki kehidupan pikiran dan perasaan yang dangkal. Mudah bosan. Labil dan kurang mantap.
d.   Tipe intuisi terbuka dengan sifat cenderung merasa yakin terhadap apa yang sekilas terlintas dalam pikirannya.
e.    Pemikiran tertutup dengan sifatnya menekuni pemikiran yang abstrak sehingga implementasi dalam kehidupan nyata berkurang.
f.     Perasaan tertutup dengan sifat-sifat kehidupan mentalnya dikuasai prasaan yan mendalam, senang menyendiri, mencintai, dan membanci sesuatu.
g.    Tipe penginderaan tertutup dengan sifat-sifat cenderung menenggelamkan diri oleh pengaruh luar seabagai hasil dari penginderaan.
h.    Tipe intuisi tertutup denga sifat-sifat cenderung membuat keputusan yang cepat dan tajam tanpa didasarkan bukti yang objektif. Kehidupannya dipenuhi syak wasangka[5].
C. Hubungan  Kepribadian dengan Sikap Keagamaan
     1. Struktur Kepribadian
Struktur kepribadian dalam Islam tidak lepas dari yang namanya substansi manusia. Subtansi menusia terdiri atas jasad dan ruh yang masing-masing saling membutuhkan. Dalam psikologi islam disebut nafs[6]. Sistem kepribadian menurut Sigmund Freud ada tiga. Untuk menjadi manusia yang “ideal” maka ketiganya harus berjalan harmonis. Jika ketiganya saling bertentangan maka orang tersebut tidak dapat menyesuaikan diri, tidak puas pada diri sendiri dan lingkungan.
a.    Id (Das Es)
Fungsi dari id sebagai suatu sistem yang menunaikan prinsip kehidupan asli manusia sebagai suatu dorongan naluriah. Id berprinsip kesenangan (pleasure principle) yang tujuannya untuk membebaskan manusia dari ketegangan dorongan naluriah dasar. Id adalah sistem kepribadian bawaan yang paling asli[7]. Misal: makan, minum dan seks.
b.    Ego (Das Es)
Merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan id ke keadaan nyata (objective/reality principle), ego mengandung kesadaran.
c.    Super Ego (Das Uber Ich)
Sebagai suatu sistem yang memiliki unsur moral dan keadilan maka sebagian besar ego mewakili alam ideal. Tujuan super ego adalah membawa individu kearah kesempurnaan sesuai dengan pertimbangan keadilan dan moral, berfungsi sebagai pengawas tindakan yang dilakukan oleh ego. Ego mendapatkan ganjaran berupa rasa puas atau senang. Super ego memiliki dua anak sistem yaitu ego ideal dan hati nurani.
2.  Menurut Sukamto M.M (Jalaluddin:162-165) kepribadian terdiri dari empat aspek yaitu:
a.    Qalb
Qalb adalah hati. Menurut istilah, hati adalah sesuatu yang berbolak-balik (sesuatu yang lebih), berasal dari kata qalaba, artinya membolak-balikkan. Qalb diartikan sebagai daging sekepal (biologis) dan juga berarti kehatian (nafsiologi). Secara nafsiologi, qalb sebagai radar kehidupan yang menggerakkan ego dan fuad. Teori Freud tentang id mirip dengan karakter hati yang tidak berisi iman, yaitu qalb yang selalu menuntut kesenangan (pleasure principle). Ia selalu minta dipenuhi, jika sudah terpenuhi, ia akan selalu menuntut yang lain. Fungsi qalb dalam Al-quran menimbulkan daya rasa, daya cipta sedangkan kondisinya dari qalb itu sendiri adalah hati yang hidup (al-hay), sehat (salim), dan mendapatkan kebahagiaan sedangkan hati yang buruk yaitu mati (al-mayt) dan mendapatkan kesengsaraan (al-saqawah). Dan diantara hati yang baik dan hidup yaitu berpenyakit (mardh)[8]
b.    Fuad
Fuad adalah perasaan yang terdalam dari hati yang sering kita sebut hati nurani (cahaya mata hati) dan berfungsi sebagai penyimpan daya iangatan. Fuad tidak bisa berdusta dalam keadaan apapun, ia tidak bisa menghianati kesaksian apa yang dipantulkan  oleh hati dan apa yang diperbuat oleh ego. Ia berbicara apa adanya.
Ø Fuad bisa bergoncang gelisah (QS Al-Qashas:10)
“Dan fuad ibu musa menjadi bingung (kosong). Hampir saja ia membukakan rahasia (Musa), jika aku tidak meneguhkan hatinya, sehingga ia menjadi orang yang beriman”.
Ø Fuad menjadi teguh karena diwahyukan Al-Quran kepada Nabi (QS Al Furqon: 32) “Dan orang-orang kafir bertanya: “mengapa Alquran tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” demikianlah, dnegan cara itu, aku hendak meneguhkan fuadmu, dan aku bacakan itu dengan tertib (sebaik-baiknya)”.
Ø Fuad tidak bisa berdusta (Qs-An Najm: 11)
Ø Orang yang dzalim hatinya kosong (bingung) (QS-Ibrahim: 43)
Dengan terburu-buru menundukkan kepala., mereka tidak berkedip, tetapi fuadnya kosong (bingung)”
Ø Orang musrik, fuad dan pandangannya dibolak-balikkan (QS-Al An’am: 110)
“Aku goncangkan fuad dan pandangan mereka (kaum musryrikin), sebagaimana sejak semula mereka tidak mau beriman, dan aku biarkan mereka dalam kedurhakaannya mengeembara tanpa arah tertentu”.
c.    Ego
Ego muncul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (realitas). Ego dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, mengontrol cara-cara yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan, memilih objek-objek yang memenuhi kebutuhan, mempersatukan pertentangan-pertentangan antara qalb, fuad dengan dunia luar ego berfungsi pada prinsip kenyataan (reality principle).
d.   Tingkah laku
Tingkah laku ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang disadari oleh pribadi. Apa yang dipikir, dirasakan oleh individu menentukan apa yang dikerjakan. Orang yang normal (idealnya) yaitu yang seoptimal mungkin menlaksanakan iman dan amal shaleh. Sifat yang abnormal yaitu zalim, fasik, kufur dan lain sebagainya.
C.      Dinamika Kepribadian
Berbicara mengenai dinamik yang berarti bergerak dan menghasilkan perubahan, kepribadian manusia juga mengalami dinmika yang unsur-unsur di dalamnya secara aktif ikut berperan aktif dalam mempengaruhi aktvitas seseorang. Unsur-unsur tersebut adalah:
1.    Energi ruhiah (psychis energy) yang berfungsi sebagai pengatur aktivitas ruhaniah seperti berpikir, mengingat, mengamati dan lain sebagainya. Energi dalam tubuh manusia memiliki tiga bentuk yaitu mekanis, thermis, elektris dan chemis, yang kesemuanya diatur oleh energi rohaniah. Ruh merupakan substansi psikis manusia yang menjadi esensi kehidupan[9]. Jadi, dia sangat penting bagi kehidupan manusia.
2.    Naluri, yang berfungsi sebagai pengatur kebutuhan primer atau pokok, penting yang bersumber dari kebutuhan jasmani dan gerak hati, naluri memiliki sumber, pendorong, maksud dan tujuan. Contoh: makan. Maksud atau tujuan dari kita makan adalah supaya tidak lapar, tidak sakit, menjaga anugerah Tuhan dan untuk memenuhi kebutuhan badan dengan nutrisi agar sehat dan bisa beraktivitas. Naluri memiliki kecenderungan untuk mengulang, bersifat konservatif dan memiliki dorongan sehingga akan sangat berpengaruh terhadap pikiran dan tindakan seseorang.
3.    Ego (aku sadar), yang berfungsi meredakan ketegangan dalam diri dengan cara melakukan ativitas penyesuaian dorongan-dorongan yang ada dengan kenyataan objektif (realitas). Ego memiliki kesadaran untuk menyelaraskan dorongan yang baik dan buruk hingga tidak terjadi kegelisahan dan ketegangan batin.
4.    Super ego, yang berfungsi sebagai pemberi ganjaran batin yang berupa penghargaan (rasa puas, senang, berhasil) atau hukuman (rasa bersalah, berdosa, menyesal. Penghargaan ini, diperankan oleh ego-ideal sedangkan hukuman diperankan oleh hati nurani. Contoh, ketika kita memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan, yang terjadi adalah perasaan puas dan senang sedangkan ketika melakukan sebuah kebohongan, hati kita menjadi tidak tenang, gelisah dan menyesal[10].
5.    Penyebaran dan penisihan energi rohaniah
Dalam pemuasan keinginan, energi menghasilkan gambaran dari objek (makanan dari objek lapar misalnya). Pemakaian naluri untuk mendapatkan gambaran suatu objek dalam bentuk tindakan untuk memuaskan naluri, dinamakan pemilihan objek (object-choice). Suatu energi bisa disalurkan dalam bentuk pemidahan energi. Contoh, bagi bayi, makanan dapat diganti dengan dot, orang dewasa dapat diganti dengan rokok. Id membutuhkan bahwa benda-benda itu seakan-akan sama.
6.    Kecemasan.
Kecemasana adalah suatu pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh ketegangan faal intern tubuh. Macam-macam kecemasan:
a.    Kecemasan tentang kenyataan (objective-anxiety), yaitu kecemasan yang timbul karena pembawaa atau mungkin keturunan. Cemas akan kenyataan yang dinamakan ketakutan. Pengalaman yang menguasai seseorang disebut traumatic yang menyebabkan dia tidak berdaya.
b.    Kecemasan neurotis (neurotic-anxiety), kecemasan ini timbul dari pengamatan tentang bahaya dari naluri. Bentuk-bentuk dari kecemasan ini adalah kegelisahan, phobia dan gugup.
c.    Kecemasan moril (moral-anxiety) sebagai suatu perasaan bersalah atau malu dalam ego yang ditimbulkan oleh pengamatan mengenai hati nurani[11].
Secara fitrah, manusia memang terdorong untuk melakukan perbuatan baik, benar, lurus sesuai dengan jalan Tuhan, namun terkadang, naluri mendorong manusia untuk segera memenuhi kebutuhannya yang bertentangan dengan realita yang ada. Contoh, dorongan untuk berobat karena sakit parah, tetapi uang untuk berobat tidak ada (realita), maka timbul dorongan untuk mencuri, merampok. Jika perbuatan mencuri itu dilakukan, maka ego akan merasa bersalah  karena mendapat hukuman dari ego ideal baik itu dari batin manusia itu sendiri, norma masyarakat terlebih norma agama.
Sebaliknya, jika hal itu tidak dilakukan, maka akan memperoleh penghargaan yang berupa bangga pada diri sendiri (puas) karena berhasil mengalahkan hal itu (perbuatan tercela). Pembentukan ego ideal dalam hal ini sangat berperan penting karena berhubungan dengan kemampuan ego dalam menahan diri yang berfungsi bagi pembentukan kepribadian seseorang. Pendidikan moral dan akhlak dalam upaya membekali ego-ideal dengan nilai-nilai luhur. Menurut Sigmund Freud, ego ideal ini terbentuk oleh lingkungan baik di keluarga maupun masyarakat. Namun yang berperan penting adalah orang tua. Dalam hal ini dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah”. Namun, kedua orang tuanya (mewakili lingkungan) mungkin dapat menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. Bukhori dan Muslim). Dalam Al-Quran surat ayat At-Tahrim: 66
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Erich Fromm mengemukakan bahwa pembentukan kepribadian tergantung dari dua faktor lingkungan  yaitu asimilasi dam sosialisasi (Jalaluddin, 2005: 191). Asimilasi menyangkut hubungan manusai dangen lingkungan  bendawi , sedangkan sosialisasi menyangkut hubungan dengan manusiawi. Faktor inilah yang berpengaruh dalam pembentukan watak atau karakter. Watak atau karakter ialah unsur kepribadian yang terbentuk karena pengaruh luar (lingkungan). Bila dalam sebuah keluarga sosialisasi antara keluarga tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama namun di lingkungan anak-anak diperkenalkan dengan benda-benda keagamaan, pembentukan kepribadian secara utuh dan menyeluruh akan sulit.
Agar berhasil dalam pembentukan kepribadian seorang anak, maka sikap dan kepribadian orang tua harus sejalan dengan nilai-nilai (sosialisasi) serrta didukung oleh pengenalan lingkungan bendawi (asimilasi) yang sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam hal ini, ada hubungan yang sangat mempengaruhi antara nilai-nilai yang didasarkan ajaran agama dengan faktor lingkungan. Pembentukan kepribadian keagamaan dimulai dari sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama dalam diri anak. Orang tua dan lingkungan sangat berperan penting dalam hal ini. Contoh, dalam menanamkan nilai-nilai ibadah, orang tua harus mencontohkan sikap dan perilaku taat beribadah, selain itu, rumah tangga juga harus melengkapi benda-benda yang berhubungan dan digunakan dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Alquran, mukena misalnya. Hal ini akan sangat berpengaruh karena anak melihat orang tuanya sendiri melakukannya. Anak adalah peniru yang sangat ulung, dia akan meniru apa yang dilihatnya.
Kepribadian, secara utuh terlihat dari ciri khas (individuality), sikap dan perilaku lahir dan batin (personality), pola pikir (mentality), dan jati diri (identity). Kepribadian yang berdasarkan nilai-nilai agama akan terlihat dari kemampuan seseorang untuk menunjukkan ciri khas sebagai penganut agama, sikap, perilakunya secara lahir batin akan sejalan dengan agama yang dianutnya, pola pikirnya memiliki kecenderungan terhadap keyakinan agamanya serta kemampuan mempertahankan jati diri sebagai orang yang beragama. Nilai-nilai agama akan memperkuat ego-ideal sebagai ganjaran batin jika melakukan suatu perbuatan. Jika ego-ideal berperan secara dominan, maka ego akan senantiasa terpelihara dari pengaruh dorongan naluri yang menyalahi aturan. Kuncinya adalah pendidikan agama dengan nilai-nilai yang luhur harus ditanamkan kepada anak sejak kecil serta lingkungan yang baik bagi perkembangannya.
D.      Perkembangan Kepribadian
Kepribadian seseorang itu berubah dan berkembang, faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah :
1.    Kedewasaan, datang dari berbagai pengalaman hidup dan pengajaran yang lebih teratur, lebih mantap dan lancar. Melalui pengalaman dan pengajaran, ia mampu mangatasi kegagalan dan kecemasan.
2.    Frustasi luar, disebabkan oleh sesuatu yang menjadi tujuannya tidak terdapat di sekitarnya, untuk mengatasi hal ini, orang dapat mennggunakan intelegensi atau pengalamannya untuk menyesuaikan diri secara memuaskan.
3.    Perangsang yang timbul dari pertentangan dari dalam.
4.    Kekurangan pribadi
5.    Kecemasan
6.    Pemindahan atau penyaluran objek untuk penyesuaian diri
Cara-cara yang digunakan untuk memecahkan kegagalan, pertentangan, dan kecemasan antara lain:
1.    Identifikasi, yaitu pernyataan objek luar yang biasa dimiliki orang lain untuk dimasukkan ke dalam diri seseorang. Bentuk-bentuk identifikasi antara lain:
Identifikasi narcissistic, yaitu penyatuan diri seseorang kepada diri seseorang yang dianggap mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Misalnya persatuan orang seprofesi, daerah dan sebagaiinya
Identifikasi objek yang hilang, penyatuan diri seseorang kepada orang yang sudah tidak ada lagi atau yang sudah tidak ada. Contoh, orang bertingkah laku seperti ayahnya yang sudah meninggal
Identifikasi, kearah tujuan, yaitu usaha penyatuan diri seseorang kepada orang lain yang berhasil dalam suatu masalah. Misalnya: perbuatan meniru pemimpin terkenal.
Identifikasi dengan penyerang, yaitu penyatuan diri terhadap larangan-larangan. Contoh: makan roti dan minum anggur pada perayaan Natal sebagai identifikasi agar seorang Katolik dianggap sebagai menyamai Kristus.
2.    Pemindahan dan sublimasi
Pemindahan adalah proses penyaluran energi dari satu objek untuk  mengatasi frustasi, pertentangan, kekurangan, kecemasan. Misalnya minum anggur untuk  mengatasi ketegangan daerah bibir. Jika pemindahan objek kearah objek yang bernilai disebut sublimasi. Contoh, melukis atau menggambar Sukarno untuk memuaskan rasa cintanya yang tak terbalaskan. Jika seseorang tidak menemukan objek yang dapat mengurangi ketegangan, maka ia akan memilih sesuatu yang dianggapnya dapat menyesuaikan diri.
Alat pertahanan ego
Cara-cara untuk mempertahankan ego dengan yang dapat menimbulkan kecemasan dengan berbagai macam cara diantaranya menolak, memalsukan, atau mengaburkan kenyataan. Represi (penekanan), yaitu peniadaan. Misalnya: timbulnya tabu pada incest, ini merupakan represi pokok, yaitu pencegahan suatu pemilihan objek secara naluriah yang tak pernah sadar menjadi sadar. Proyeksi, usaha pertahana ego dengan mengadakan perubahan subjek kepada objek. Misalnya: mengkambinghitamkan orang lain ketika gagal. Pembentukan reaksi dengan penyesuaian yang rasional terhadap kecemasan. Contoh: untuk menyembunyikan sifat kewanitaannya mengenakan pakaian laki-laki.
Keadaan tertahan, perasaan batin yang berada dalam keadaan tidak memiliki kesanggupan untuk menghadapi tuntunan dari keadaan baru. Misalnya: orang yang baik  akan cemas jika melakukan kesalahan. Regresi (penyusutan), suatu pelarian dari cara berpikir yang terkontrol dan yang realis atau pengembalian kondisi keadaan terdahulu. Misalnya: merokok, berkelahi sebagai regresi terhadap perbuatan masa kanak-kanak.
3.    Represi (penguburan pikiran), proses penekanan dorongan-dorongan ke alam tak sadar , karena mengancam ego.
4.    Projeksi , pengalihan pikiran perasaan diri sendiri kepada orang lain.
5.    Pemindahan objek (displacement).
6.    Rasionalisasi, alasan yang diciptakan untuk memperoleh pembenaran tingkah laku agar bisa diterima[12]
Faktor-faktor yang membentuk kepribadian
1.    Aliran Empirisme
Aliran ini disebut environmentalisme, yaitu suatu aliran yang mrnitikberatkan pandangannya pada peranan lingkungan sebagai penyebab timbulnya lingkungan sebagai penyebab timbulnya suatu tingkah laku. Aliran ini semula dipelopori oleh John Locke (1632-1704). Dalam aliran ini, manusia diumpamakan sebagai kertas putih (tabula rasa) dan perbedaan kepribadian yang tampak kemudian disebabkan oleh pengaruh lingkungan dalam proses kehidupannya. Lingkungan yang mempengaruhi terdiri atas lima aspek yaitu geografis, historis, sosiologis, kultural, dan psikologis. Aliran ini disebut juga aliran optimistik dan positivistik. Hal ini disebabkan oleh anggapan bahwa suatu kepribadian menjadi lebih baik jka dirangsang oleh usaha-usaha nyata. Usaha yang dilakukan oleh teori ini adalah menciptakan teori-teori belajar untuk mengubah tingkah laku manusia menuju kepribadian yang ideal.
2.    Aliran Nativisme
Yaitu suatu aliran yang menitikberatkan pandangannya pada peranan sifat bawaan, keturunan dan kebapakan sebagai penentu tingkah laku seseorang. Kapasitas intelektual diwarisi sejak lahir. Aliran ini memandang hereditas (heredity) sebagai penentu kepribadian. Hereditas adalah totalitas sifat-sifat karakteristik yang dibawa atau dipindahkan oleh orangtua ke anak keturunannya. Aliran ini dipelopori oleh Arthur Scopenhauer (1788-1860). Menurut Mansur Ali Rajab menyebutkan bahwa lima macam yang dapat diwariskan orang tua kepada anak ada lima macam, pertama jasmaniah (warna kulit, bentuk tubuh, sifat rambut dan sebagainya. Kedua pewarisan intelektual (kecerdasan dan kebodohan), ketiga tingkah laku (tingkah laku terpuji, tercela, lemah lembut, keras kepala dan sebagainya), keempat pewarisan yang bersifat alamiah yaitu pewarisan yang dibawa sejak lahir tanpa dipengaruhi oleh faktor lain, kelima pewarisan bersifat sosiologis, yaitu yang dipengaruhi faktor eksternal. Aliran nativisme disebut juga pesimistik dan deterministik, manusia diibaratkan sebagai robot, karena tingkah laku manusia diwariskan oleh orang tua.
3.    Aliran Konvergensi
Aliran yang menggabungkan aliran nativisme dan empirisme, interaksi antara faktor hereditas dan faktor lingkungan dalam pemunculan tingkah laku, aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938). Perkembangan manusia memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam mengaktualisasikan potensinya.


















DAFTAR PUSTAKA
Hartati, Netty, dkk. 2004. Islam dan Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin. 2005. Psikologi Agama (Revisi). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin, dan Ramayulius. 1987. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kalam Mulia.
Taniputera, Ivan. 2005. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. 2008. Teori Kepribadian. Bandung: remaja Rosdakarya.




                       







[1] Netty Hartati dkk. 2004. Islam dan Psikologi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Hlm 117-118
[2] Syamsu Yusuf dkk. 2008. Teori kepribadian. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Hlm 5.
[3] Jalaluddin. 2005. Psikologi Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hlm 173-174.
[4] Jalaluddin dan Ramayulius. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. 1987. Jakarta. Kalam Mulia. Hlm 45.
[5]Jalaluddin , Op.Cit., Hlm 177-184.
[6] Netty Hartati dkk..Op Cit., Hlm.148.
[7] Ivan Taniputra. 2005. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta. Arruz Media. Hlm 44.
[8] Netty hartati dkk. Op.Cit., Hlm 158.
[9] Ibid, Hlm 150.
[10] Jalaluddin. Op.Cit., Hlm. 189-190.
[11] Jalaluddin dan Ramayulius. Op. Cit., hlm 55-60.
[12] Syamsu Yusuf dkk, Op.Cit., hlm 55-56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar