Rabu, 13 April 2016

Film/Novel

Ehmmmm, saya tipe orang yang agak tidak suka kalau novel, cerpen atau apapun diadaptasi menjadi film atau sinetron. Menurut saya jauh dari harapan. Tapi saya menghargai kreativitas sutradara dalam mengadopsinya. Beliau juga memilki imajinasi yang berbeda kan? Kenapa bisa begitu? Saya tidak tahu. Tapi ketika novel dibuat menjadi film, saya merasakan spiritnya kurang. Ada beberapa hal yang g tersampaikan lewat film. Makanya, saya lebih memilih membaca. Tapi, namanya orang kan beragam ya. Ada orang yang lebih menyukai filmnya daripada bukunya karena  dia lebih mudah menangkap makna daripada membaca. Itu artinya, pengarang ingin agar semua lapisan masyarakat bisa menikmati filmnya menjangkau semua kalangan tanpa terkecuali. Jadi mengakomodasi yang tidak suka membaca. Kan resiko dari membaca itu banyak sekali, salah satunya ngantuk.
Yah, semua orang kan berbeda. Udah belajar kecerdasan majemuk to?

Yah, begitulah. Ada yang lebih nyambung melalui film, ada yang g. Seperti bisa kita lihat, Ayat-Ayat Cinta. Ada yang berbeda antara novel dan filmnya. Tapi tetap bagus kok, bahkan, saya nonton filmnya dahulu daripada baca novelnya. Ini juga cukup mengganggu saya sebenarnya. Kenapa? Karena, ketika saya membaca novelnya, sosok Fakhri terbayang-bayang Ferdi Nuril, trus Aisha oleh Rianti Cartwright. Padahal, setelah membaca novelnya. Bener-bener keren itu novel. Banyak cewek pengen dapat suami seperti fakhri yang sempurna  banget. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar