Minggu, 16 Oktober 2016

Betapa Susahnya Bilang Terima Kasih[1]


Pernah tidak kita mengucapkan terima kasih kepada petugas pom bensin yang telah mengisikan bensin ke motor kita?
Pernahkah kita mengucapkan terima kasih kepada tukang parkir yang menjaga motor kita, menyeberangkan, hingga mencarikan tempat parkir?
Pernah tidak kita berterima kasih kepada adik yang telah mengantarkan kita ke sana kemari, menjemput sehabis kuliah?
Atau kita malu?
“Ah, itu mah biasa saja, kan udah sering”
“Malu ah, kan nggak terbiasa”
“Ah, sama saudara sendiri nggak usah pakai terima kasih, udah kewajiban dia buat nolong saudaranya?”
Pernah nggak mikir kayak gitu? Atau malah sering?
Tulisan ini mengingatkan kita semua terutama saya pribadi yang sering kali abai terhadap masalah sepele ini.
Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad)
Hadist ini yang beberapa bulan yang lalu sempat saya baca di depan pintu masuk lantai 3 auditorium Kahar Muzakir yang menuju ke DPPAI. Cukup membuat saya merenung. Apa yang sudah saya sukuri hari ini? Bagaimana saya dapat mensyukuri nikmat Allah yang banyak, sedangkan yang sedikit saja tidak mampu saya sukuri?
Ahad, 29 desember 2014, adik saya menemukan dompet yang isinya STNK di daerah Jalan Kaliurang atas nama X, karena STNK itu beralamat di Jogja, dia menyerahkan ke saya. Karena saat itu juga dia harus segera pulang ke Temanggung.
Di dalam dompet itu tidak ada petunjuk apapun selain sebuh nota dan foto remaja laki-laki ukuran 3x4. 
Langsung saja saya menghubungi nomor yang tertera di nota itu dengan sms,
“Assalamu’alaiku, apakah benar ini pemilik STNK atas nama X  bla…bla…bla…
Beberapa menit kemudian saya menerima balasan yang membuat saya geleng-geleng kepala sekaligus nyesek “Ya”.
 Hanya itu saja jawabannya.
Ha? Kok nggak ada respon. Saya bingung sekaligus prihatin. Jika saya yang kehilangan barang itu, maka saya akan menghubungi orang yang menemukan, menanyakan lokasi dimana orang yang menemukan, mencarinya, berusaha secepat mungkin untuk bisa mendapatkan STNK, itu kembali,  mengucapkan terima kasih dan bl….bla..bla… 
Oh, mungkin orang yang kehilangan ini cowok, sehingga enggak sebawel saya. Mungkin dia belum ngeh kalau STNK nya hilang atau…berbagai argument lain yang memenuhi kepala saya waktu itu.
Saya, adalah tipe orang yang sesegera mungkin mengembalikan barang yang saya temukan. Saya khawatir ketika orang ini akan menggunakan motornya tanpa STNK. Disitulah, malah saya yang panik dan agresif dengan sms banyak sekali ke nomor yang tadi.
“Assalamualaikum, saya Ulufi, mahasiswi, saya menemukan STNK bla….bla…bla…”
“Daerah mana itu” jawab sms itu
“Oh, daerah Kaliurang UII” balas saya
Saya heran, ini orang yang kehilangan STNK tenang banget, nggak ada ekspresi yang wow! Malah bilangnya seperti itu dan yang lebih parah lagi,
 Dia Cuma bilang
“Hubungi no …089  ini saja, saya anaknya”
Ya Ampun, Sumpah deh! Bikin emosi nih orang. Kok bisa-bisanya yah, kalem, kayak baek-bek saja, malah menyuruh saya menghubungi, dan parahnya hubungi ayahnya lagi.
Ini siapa yang kehilangan?!!!!!
Kok aku yang senewen!!!
Masak STNK punya bapaknya hilang ngga dicariin, nggak diperhatiin, malah nyuruh orang yang menemukan yang menghubungi!!! Batin saya geram
Hampir bikin saya bertanduk tuh jawaban smsnya
Kemana kepedulian pada ayahnya!!!
Hiks
Akhirnya saya sms ke nomor yang tadi dikasih oleh mas/mbaknya. Dan…ga dibalas.
Dengan terpaksa, dan saya udah benar-benar ilfeel, nih STNK plus dompetnya saya serahkan ke satpam kampus. Sebel.
Kemudian saya sms ke nomor Si Anak mengatakan bahwa STNK sudah saya letakkan ke satpam kampus FIAI Aneh.
Beberapa menit kemudian, saya turun ke bawah menemui satpam untuk menanyakan apakah di dompet tadi terselip flash disk saya? Karena pada saat itu saya sedang pengambilan video untuk tugas, dan ketika mengembalikan dompet, saya membawa flash disk,  jadi saya takut itu fash disk terbawa. Sampai disatpam,
 “Dompetnya sudah diambil, Mbak,” kata satpam dan…katanya
“Iya, ini STNKku. Loh, sama dompetnya?” kata beliau sambil menirukan orang yang mengambil dompet dan STNK. Saat itu saya tidak berpikir, apakah benar itu memang dompetnya atau bagaimana. Yang penting, dompet itu sudah kembali. Saya berpikir, mungkin salah satu keluarga, atau kerabat yang tadi bawa motor itu sehingga dia tidak tahu bawa dompet atau tidak.
Allahu akbar, saya benar-benar geleng kepala dengan kejadian barusan. Saya tidak habis pikir. Peristiwa itu saya curhatin ke teman, apa yang dia bilang?
 “Ada dua hal sepele yang sering dilupakan oleh orang yaitu bilang terima kasih dan meminta maaf”
Upss!!
Ya Allah, saya sadar dan yakin, peristiwa ini adalah salah satu cara Allah untuk menguji, menanyakan, melihat, merefleksikan. Sudahkah saya selalu berterima kasih terhadap Dia dan orang-orang yang membantu saya?
Memang, saat itu saya tidak pernah sedetikpun berpikiran bahwa saya menemukan STNK kemudian dikasih uang. Oh…tidak. Sempat berpikir, “Nih orang nggak tahu berterima kasih ya, seharusnya, lebih peka, menghormati, walaupun hanya lewat sms…”
Jangan-jangan, saya juga seperti itu…tak tahu berterima kasih.
Jika dengan orang lain yang hanya memberi, menolong sedikit saja saya sering lupa. Bagaimana dengan Allah, yang telah memberikan saya terlalu banyak, bahkan tanpa saya pinta? Apakah malah lupa, karena saking banyaknya?
 “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7).
Jika saya melihat dari peristiwa diatas, maka seperti orang yang melupakan, menutup dari nikmat Allah, tidak tahu berterima kasih. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, terima kasih adalah rasa syukur. Sedangkan berterima kasih artinya mengucap syukur; melahirkan rasa syukur atau membalas budi setelah menerima kebaikan dan sebagainya.
Mudah diucapkan tetapi susah diterapkan kalau kita tidak terbiasa melakukannya. “Alah bisa karena biasa”. Tapi hal ini bisa dibiasakan. Dengan berterima kasih, kita telah menghargai, mengapresiasi apa yang dilakukan oleh orang lain terhadap kita. Bisa dengan ucapan, hadiah, atau gerakan tubuh. Kalau kita berterima kasih kepada Allah, ya bisa diucapkan dengan Alhamdulillah, atau dengan menggunakan nikmat Allah sesuai dengan kehendakNya. Sebenarnya, berterima kasih ada manfaatnya lho, antara lain
1. Membuat kita menjadi orang yang pandai bersyukur
2. Bahagia. Coba kita perhatikan, orang yang mengucapkan terima kasih, dia pasti sambil tersenyum, matanya berbinar-binar dan senang bukan main atas perhatian kita.
3. Membuat kita dikenal sebagai orang yang tahu berterima kasih
4. Kalau kita aplikasikan ke yang memberi kita hidup, maka nikmat kita akan bertambah, sesuai dengan firman Allah dalam surat Ibrahim diatas.
Ok, gimana? Masih nggak mau berterima kasih untuk yang memberi, menolong kita? Yuk, belajar berterima kasih pada Allah dan orang-orang disekitar kita!
×






[1] Pernah dimuat di bulletin Al Rasikh DPPAI UII bulan Agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar