Rabu, 24 Februari 2016

PENGALAMAN BER SOLO BIVAK


Dalam rangka ujian beasiswa, saya mengikuti kegiatan yang seru dan beragam. Saya bertemu dengan teman-teman baru yang berasal dari berbagai universitas, teman-teman dari beragam profesi, mengunjungi tempat-tempat baru, dan yang tidak kalah pentingnya, kegiatan ini tentu saja gratis. Teman-teman tahu kan apa itu bivak? Beberapa mungkin sudah tahu dengan bivak ini. Namun alangkah lebih baiknya saya kasih tahu kalau bivak menurut wikipedia  adalah tempat berlindung sementara (darurat) di alam bebas dari aneka gangguan cuaca, binatang buas, dan angin. Bisa juga, bivak dari jas hujan. Yah, yang buat bisa berlindunglah. Karena saya tidak membawa alat ini, saya bawa jas hujan yang bukan batman seperti saran dari panitia. Karena saya tidak punya. Ya sudahlah seadanya saja. Jas hujan atasan dan bawahan celana. Pukul setengah dua belas malam, saya dibangunkan oleh panitia. Shock juga, soalnya saya baru saja tidur sekitar pukul setengah sebelas malam. “Bangun Mbak..”  panitia membangunkannya dengan sopan, enggak membentak-bentak. Masih setengah sadar, buru-buru pakai jilbab, ambil tas berisi barang- barang yang telah disiapkan sebelumnya. Dalam tas terdiri dari lilin, , slayer, garam, mukena, alquran, al maktsurat, botol minum dan lain sebagainya. Saya kira akan uji nyali dengan jerit malam seperti yang terjadi ketika pramuka. Dimana ada yang berperan sebagai hantu dan dibawa ke kuburan. Ternyata, saya dan teman-teman dinaikkan mobil pick up berjalan keatas (daerah Merapi). Sampai di tempat, saya mendengar suara anjing menggonggong berkali-kali. Waduh, sempat deg-degan juga, takut diapa-apain.  Selanjutnya, mata ditutup. Saya dituntun berjalan diatas tanah yang tidak rata, dengan berpegangan pada pundak salah seorang panitia, kemudian disuruh duduk ketika sudah ada aba-aba untuk membuka mata. Pas waktu diarahakan oleh panitia dengan mata tertutup, saya membayangkan yang aneh yaitu turun ke jurang. Aduh, syerem banget saat itu. Habis itu, diberhentikan dekat dengan pohon kamboja dan sekitarnya gundukan makam. Itu pemikiran saya. Setelah saya buka mata, ternyata salah besar, saya berada disebuah tanah tegalan yang ditumbuhi rumput setinggi lutut, basah sisa hujan, dan pohon-pohon.
 Untung saya memakai kaos kaki tetapi tidak memakai sepatu, sehingga kaki tetap terjaga. Dingin. Setelah duduk, disuruh nyalain lilin, g boleh mati, harus tetap hidup. Kalau mati, ada kode-kode yang harus diucapkan untuk meminta bantuan.
Saat itu, dengan polosnya saya bertanya “Ini disuruh ngapain?”
Bayangkan teman-teman, di tengah kebun, dengan rumput setinggi lutut, suasana dingin banget (saya sudah memakai kaos dalam, baju panjang, jaket plus pakai mukena). Tetap dingin.
“Terserah kalian mau ngapain. Shalat, baca quran atau…” kata salah seorang panitia. Oalah, kita disuruh disini to. Baiklah.
Pertama kali yang saya kerjakan adalah menggali tanah untuk menancapkan lilin. Karena tidak membawa tikar, saya membuaka jas hujan dan menggelarnya untuk alas duduk. Oh ya, saya juga berusaha mengajak ngobrol dengan “penunggu” yang ada disitu. Bukan berarti saya bisa melihat yang ghaib ya…abaikan. Saya mengucapkan salam kapada makhuk lain yang ada disitu, saya tidak akan mengganggu mereka, juga mengajak ngobrol rumput, minta maaf, sudah saya injak, saya lukai. Hemmm…mungkin ada yang menganggap saya agak sinting ya, tapi g papa, itu cara saya menghormati mereka sesama makhluk Tuhan.
Suara anjing tetap menyalak semakin kencang. Akhirnya saya melaksanakan shalat. Duh, rasanya mau nangis. Senang bisa melihat alam semesta, dipayungi dengan langit yang berbintang. Shalat di alam terbuka. Ini pengalaman pertama saya. Sempat nangis. Ingat ibu, bapak dan adik. Selesai shalat dan berdoa, membaca alquran. Karena ada tugas untuk menghafalkan alquran, saya juga berusaha untuk menghafalkannya. Setelah capek, saya kok agak mengantuk. Mau tidur? Nanti wudhunya bagaimana? Ini kan tempatnya jauh dari pemukiman penduduk? Akhirnya duduk, sambil dzikir, kemudian tertidur dengan bersila. Tapi enggak lama, malah berbaring-baring sambil berdoa, Dan… ketiduran. Akhirnya wudhu deh, pake air minum. Itu saya lakukan dua kali. Ini jam berapa? Saya mengira-ira, mungkin baru setengah tiga atau jam dua. Masih lama ternyata. Kapan ada ayam berkokok, saya sudah tidak tahaaaan….mau BAK. Mosok mau BAK disni? G mungkinlah! Mungkin karena saking dinginya. Aduh, Ya Allah, cepat-cepat, kuat-kuat, doaku.
Alhamdulillah, solo bivaknya selesai pukul 3:45. Kemudian ditanya testimoninya. Seneng aja sih. Setelah itu, beranjak ke masjid terdekat sambil menunggu adzan subuh setelah sebelumnya sempat mencicipi singkong bakar yang dibuat oleh panitia. Harum khas singkong, gurih dan empuk.

Kata salah seorang panitia, tempat yang dijadikan solo bivak itu, banyak ular dan lintahnya. Alhamdulillah, saya dan teman-teman selamat, walaupun tidak menebar garam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar