Dalam rangka ujian beasiswa, saya mengikuti
kegiatan yang seru dan beragam. Saya bertemu dengan teman-teman baru yang
berasal dari berbagai universitas, teman-teman dari beragam profesi,
mengunjungi tempat-tempat baru, dan yang tidak kalah pentingnya, kegiatan ini
tentu saja gratis. Teman-teman tahu kan apa itu bivak? Beberapa mungkin sudah
tahu dengan bivak ini. Namun alangkah lebih baiknya saya kasih tahu kalau bivak
menurut wikipedia adalah tempat berlindung sementara (darurat) di alam bebas
dari aneka gangguan cuaca, binatang buas, dan angin. Bisa juga, bivak
dari jas hujan. Yah, yang buat bisa berlindunglah. Karena saya tidak membawa
alat ini, saya bawa jas hujan yang bukan batman seperti saran dari panitia. Karena
saya tidak punya. Ya sudahlah seadanya saja. Jas hujan atasan dan bawahan
celana. Pukul setengah dua belas malam, saya dibangunkan oleh panitia. Shock
juga, soalnya saya baru saja tidur sekitar pukul setengah sebelas malam. “Bangun
Mbak..” panitia membangunkannya dengan
sopan, enggak membentak-bentak. Masih setengah sadar, buru-buru pakai jilbab,
ambil tas berisi barang- barang yang telah disiapkan sebelumnya. Dalam tas
terdiri dari lilin, , slayer, garam, mukena, alquran, al maktsurat, botol minum
dan lain sebagainya. Saya kira akan uji nyali dengan jerit malam seperti yang
terjadi ketika pramuka. Dimana ada yang berperan sebagai hantu dan dibawa ke
kuburan. Ternyata, saya dan teman-teman dinaikkan mobil pick up berjalan
keatas (daerah Merapi). Sampai di tempat, saya mendengar suara anjing
menggonggong berkali-kali. Waduh, sempat deg-degan juga, takut diapa-apain. Selanjutnya, mata ditutup. Saya dituntun
berjalan diatas tanah yang tidak rata, dengan berpegangan pada pundak salah
seorang panitia, kemudian disuruh duduk ketika sudah ada aba-aba untuk membuka
mata. Pas waktu diarahakan oleh panitia dengan mata tertutup, saya membayangkan
yang aneh yaitu turun ke jurang. Aduh, syerem banget saat itu. Habis itu,
diberhentikan dekat dengan pohon kamboja dan sekitarnya gundukan makam. Itu pemikiran
saya. Setelah saya buka mata, ternyata salah besar, saya berada disebuah tanah
tegalan yang ditumbuhi rumput setinggi lutut, basah sisa hujan, dan
pohon-pohon.
Untung saya memakai kaos kaki tetapi tidak
memakai sepatu, sehingga kaki tetap terjaga. Dingin. Setelah duduk, disuruh
nyalain lilin, g boleh mati, harus tetap hidup. Kalau mati, ada kode-kode yang
harus diucapkan untuk meminta bantuan.
Saat itu, dengan polosnya
saya bertanya “Ini disuruh ngapain?”
Bayangkan teman-teman, di
tengah kebun, dengan rumput setinggi lutut, suasana dingin banget (saya sudah
memakai kaos dalam, baju panjang, jaket plus pakai mukena). Tetap dingin.
“Terserah kalian mau
ngapain. Shalat, baca quran atau…” kata salah seorang panitia. Oalah, kita
disuruh disini to. Baiklah.
Pertama kali yang saya
kerjakan adalah menggali tanah untuk menancapkan lilin. Karena tidak membawa
tikar, saya membuaka jas hujan dan menggelarnya untuk alas duduk. Oh ya, saya
juga berusaha mengajak ngobrol dengan “penunggu” yang ada disitu. Bukan berarti
saya bisa melihat yang ghaib ya…abaikan. Saya mengucapkan salam kapada makhuk
lain yang ada disitu, saya tidak akan mengganggu mereka, juga mengajak ngobrol
rumput, minta maaf, sudah saya injak, saya lukai. Hemmm…mungkin ada yang
menganggap saya agak sinting ya, tapi g papa, itu cara saya menghormati mereka sesama
makhluk Tuhan.
Suara anjing tetap menyalak
semakin kencang. Akhirnya saya melaksanakan shalat. Duh, rasanya mau nangis. Senang
bisa melihat alam semesta, dipayungi dengan langit yang berbintang. Shalat di
alam terbuka. Ini pengalaman pertama saya. Sempat nangis. Ingat ibu, bapak dan
adik. Selesai shalat dan berdoa, membaca alquran. Karena ada tugas untuk
menghafalkan alquran, saya juga berusaha untuk menghafalkannya. Setelah capek,
saya kok agak mengantuk. Mau tidur? Nanti wudhunya bagaimana? Ini kan
tempatnya jauh dari pemukiman penduduk? Akhirnya duduk, sambil dzikir,
kemudian tertidur dengan bersila. Tapi enggak lama, malah berbaring-baring
sambil berdoa, Dan… ketiduran. Akhirnya wudhu deh, pake air minum. Itu saya
lakukan dua kali. Ini jam berapa? Saya mengira-ira, mungkin baru
setengah tiga atau jam dua. Masih lama ternyata. Kapan ada ayam berkokok, saya
sudah tidak tahaaaan….mau BAK. Mosok mau BAK disni? G mungkinlah! Mungkin
karena saking dinginya. Aduh, Ya Allah, cepat-cepat, kuat-kuat, doaku.
Alhamdulillah, solo bivaknya
selesai pukul 3:45. Kemudian ditanya testimoninya. Seneng aja sih. Setelah itu,
beranjak ke masjid terdekat sambil menunggu adzan subuh setelah sebelumnya
sempat mencicipi singkong bakar yang dibuat oleh panitia. Harum khas singkong,
gurih dan empuk.
Kata salah seorang panitia, tempat yang
dijadikan solo bivak itu, banyak ular dan lintahnya. Alhamdulillah, saya dan teman-teman
selamat, walaupun tidak menebar garam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar