Rabu, 24 Februari 2016

Jangan Membandingkan Hal Yang G Sebanding

Sedih dan prihatin. Itulah yang saya rasakan ketika mendengar teman curhat tentang biaya kuliah. Teman saya ini baru saja masuk kuliah, dia disalah satu universitas swasta di Yogyakarta. Kebetulan dia satu jurusan dengan saya.
“Mbak, kok mahal sekali, saya baru saja membayar *****, punya Mbak berapa?”
Kemudian saya menyebutkan angka ****
“Loh, kok murah” katanya protes
“Iyalah, kan aku udah semester tua”
“Oh, iya ding” tersenyum setelah menyadari kekeliruannya
Berbicara mengenai biaya kuliah, buat saya masalah yang sangat sensitif. Enggak juga kalau kita orang berada, ngomongnya juga sama-sama dengan  orang yang sama dengan kita. Maksudnya sama-sama di kuliah di tempat yang sama.
“Loh, mbak, di universitas x, murah sekali lho? Hanya ****
“Ya iyalah, kan negeri, dimana-mana kalau negeri itu emang murah” kataku
Please ya”, kataku ”jangan membandingkan dengan yang enggak sebanding”
Maksudnya adalah
“Gini, jangan bandingkan PT negeri dan swasta mengenai biaya. Iya, negeri dibantu oleh pemerintah. Sedangkan swasta, untuk biaya operasional, gaji karyawan, dosen, itu banyakan dari mahasiswa, kalaupun dari pemerintah ada, itu hanya beberapa persen saja” jelasku.
Saya tidak sedang membandingkan kualitas ya, saya juga masih awam dengan hal ini.
Saya teringat dengan apa yang terjadi dengan teman ini mirip dengan apa yang terjadi pada saya ketika semester dua. Saya sempat meminta izin pada ayah untuk pindah kampus karena berbagai faktor, salah satunya adalah biaya. Saya sudah menghitung untung rugi (hahahah, kayak mau jualan saja), biaya, waktu dan banyak hal. Namun orang tua tidak memperbolehkan hal ini. Dan saya bersyukur tidak jadi melakukannya, karena jika saya melakukannya, maka saya akan rugi waktu. Dan…belum tentu, dikampus yang baru lebih baik daripada disini (Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Saat itu sempat stess, bingung, dan sedih. Curhat dengan dosen mengenai hal ini, jawabannya adalah seperti yang saya tulis diatas namun saya ubah beberapa redaksi kata-katanya. Intinya adalah “jangan membandingkan”.
Saya juga bersyukur, orang tua tidak mengeluh mengenai biaya kuliah. Walaupun saya tahu,saya tidak tega melihat orang tua, apalagi ibu, harus bekerja keras dua belas jam untuk saya.Begitupun dengan ayah dan adik saya. I'm proud of you. Cengeng saya kalau berhubunganddengan my family.
Back to topic. Teman saya juga mengeluhkan mengenai orang tuanya yang merasa “kok bayar terus, mahal juga”, adik-adiknya masih kecil, orang tuanya keberatan, membandingkan dengan universitas yang lain. Hemmm, saya ikutan sedih.
Persis dengan saya, tapi tidak dengan orang tua (orang tua saya, tidak tahu, hanya kalau saya minta uang buat bayar spp, saya disuruh sabar dulu, minggu depan ya, bisa dikirim). Jadi saya sudah memberi tahu, kalau mau bayar, bisa satu bulan sebelum bayar.
Dulu, sebelum saya tahu sistem pembayaran kampus, saya terkejut juga “bentar-bentar bayar, perasaan baru kemarin bayar, sekarang bayar lagi”
Tapi setelah itu, saya tahu sistemnya. Jadi tidak begitu kaget.
Saya hanya mengatakan kepada teman saya
“Ok, kalau begitu, sekarang tanya orang tua, maunya gimana? Jelasin, bla…bla…bla…”
“Apakah saya harus pindah jurusan karena mahal atau gimana? Minta pendapat orang tua”
Tambahan dari saya
“kalaupun masih ingin di jurusan ini, berikan bukti kalau kamu enggak ngrepotin mereka
Caranya?
1.    Nyari beasiswa. Banyak beasiswa yang ditawarkan baik pihak kampus atau luar. Yah, walaupun hanya bisa menutup uang makan atau transportasi. Minimal kan mengurangi beban.
2.   Mencari uang sendiri. Bisa berjualan, membuka les, menulis atau terserah yang paling bisa yang mana.
3.    Minta doa ke orang tua. Sering-sering kasih kabar. Misal “Pak, doakan saya lagi ikut seleksi beasiswa, moga-moga lolos” “Ma, doakan, aku lagi ikutan lomba nulis ki, doakan ya”. Nah, itu salah satu cara supaya orang tua tahu, bahwa kita selalu berusaha. Apalagi kalau menang, bangga!
4.   Bantu mengurangi biaya kuliah. Bisa, insya allah. Dengan menabung. Kalau dikasih uang, sisihkan, bagi-bagi dalam amplop. Eh, siap tahu bisa buat bantu bayar spp ketika orang tua lagi g punya uang. Kalaupun tidak bisa bantu semuanya, minimal seperempat, setengah, atau semuanya. Hahahaha…..
Insya Allah g akan berkurang, malah semakin bertambah rezekinya. Amin. Kan rezeki bukan hanya uang to?
5.   Ketika dirumah, jangan hanya duduk ongkang-ongkang. Kalau orang tua kita sebagai petani misalanya, bantu mereka (saya jadi teringat teman saya Shodiq, insya allah saya ceritakan kisahnya). Ga usah gengsi ke sawah. Walaupun kotor, berminyak, berkeringat, panas dan capek. Ingat, kita kan sekolah dari usaha ini?

Well, buat siapapun yang membaca tulisan ini, saya ingin sekali bisa bermanfaat buat semua orang. Ini salah satu cara yang bisa saya lakukan. Buat teman-teman saya, semangat ya….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar