Beberapa hari
yang lalu, saya disapa oleh salah seorang teman. Teman saya ini adalah seorang
akhwat yang berbusana rapi dan kebetulan memilih untuk berjilbab lebar dan
panjang. “Hai, Mbak Ulufi” katanya sekilas karena dia sedang naik motor bersama
dengan temannya “hai,****” jawab saya tak kalah riangnya. “Wah, saya terkenal
juga yak” wkwkwkwkwkwk. Gubrak!!!!
Saat itu saya
sedang ngobrol dengan seorang ibu yang saya kenal. Kebetulan, saya baru saja
berkunjung kerumah beliau. “Ibu kenal dengan mbak itu” kata saya setelah teman
saya pergi. Saya berpikir “Ini teman kok gak nyapa ibu?”
“Saya gak kenal
mbak, anak-anak yang ngekos disitu saya gak pada kenal”
“Beneran bu?” kata
saya heran
Padahal, saya
tahu persis, kos-kosan itu dekat dengan rumah si ibu tadi. Bahkan di jadi satu,
hanya terpisah oleh area jemuran. Dan kebetulan, saya kenal banyak anak-anak
yang kos disitu.
“Saya gak kenal
mbak, mbak nya aja g pernah nyapa, orang ada bapak (suami) saja lewat ya cuma lewat,
malah dilangkahi”
Sesek saya,
menelan ludah. Serius?
Ini teguran buat
saya, jangan-jangan saya juga begitu. Yang lebih mengenaskan lagi, biasaya,
orang yang berjilbab lebar, dipandang lebih perfect daripada orang
kebanyakan. Walaupun kita tidak boleh menjudge tentang diri seseorang. Dan saya
merasakan hal itu. Saat ini, penurunan tentang unggah ungguh tata krama ketika
bertemu orang di jalan, hampir punah.
Saya pernah
berjalan di desa saya, saat itu, bertemu dengan anak seumuran SMP/SMA gitu. Ketemu
gathuk (berpapasan) benar-benar g tanya. Lah. Saya bukan ingin dihargai,
tetapi saat jaman saya dulu, ketika seseorang berpapasan dengan orang yang
lebih tua, maka akan menyapa terlebih dahulu. Dan saya bersyukur. Ibu dan adik
saya adalah orang yang paling rewel dengan masalah ini. Mereka sering bete
dengan muka saya yang kata mereka galak dan gak pernah senyum (wajah saya
kelihatan serem kali). Padahal, saya , oleh teman-teman, dikenal ramah (wkwkwkwkw),
gampang bergaul dan mudah senyum.
Dan ini yang
benar-banar menyengat kuping saya. Saya pernah ditanya oleh seorang masyarakat
di tempat saya tinggal. Beliau adalah pemilik kos. “A itu teman kamu ya”
“Iya bapak,
kenapa?” kataku balas
“lha dimana
sekarang, keluar, pergi ga pamit, padahal.....” beliau menyebut sesuatu yang
membuat saya sumpah, malu banget.
Hemmm, ternyata,
unggah-ungguh itu penting ya teman. Sepintar-pintarnya orang, tetapi tidak
memilki unggah-ungguh, maka dia akan menjadi orang yang terhina. Hanya senyum, bisa melunturkan itu semua. Semoga
kita tidak. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar